top of page

Paradoks Bertrand (Probabilitas)

Updated: Jan 24, 2022

Paradoks klasik mengenai interpretasi probabilitas. (Ditulis oleh : HN Rizka, Januari 2022).


Selamat datang di blog pertama saya. Kali ini saya ingin membagikan sedikit mengenai ilmu di teori probabilitas, lebih spesifiknya mengenai paradoks Joseph Bertrand. Joseph Bertrand merupakan seorang matematikawan sekaligus ekonom dan fisikawan berkebangsaan Prancis. Beliau cukup banyak menuangkan pemikiran-pemikiran dalam bentuk paradoks/pernyataan bertentangan. Paradoks Bertrands yang akan saya bagikan merupakan salah satu paradoks yang cukup populer karena ide ini membuka kembali diskusi mengenai interpretasi probabilitas dan secara tidak langsung mengenai objektivitas dalam sains.


Sejarah Singkat Teori Probabilitas


“I do not have the leisure to write at length, but, in a word, you have found the two divisions of the points and of the dice with perfect justice. I am thoroughly satisfied as I can no longer doubt that I was wrong, seeing the admirable accord in which I find myself with you.” - Blaise Pascal, 1654

Teori mengenai dasar probabilitas telah ditemukan sejauh tahun abad ke-15. Diskusi awal yang mendasari teori probabilitas terinspirasi dari permsalahan pembagian pada kasus perjudian. Namun, hingga Pascal dan Fermat melakukan diskusi melalui surat pada tahun 1654, tidak ditemukan catatan mengenai solusi masalah tersebut. Diskusi yang dilakukan oleh Pascal dan Fermat merupakan permasalahan dalam permainan lempar dadu yang diajukan oleh Chevalier de Mere. Inti dari permainan ini adalah untuk bertaruh pada munculnya dua mata dadu enam selama 24 kali pelemparan dua dadu. Diskusi ini kemudian memunculkan konsep yang hari ini dikenal sebagai nilai harapan.

Christian Huygens, ilmuwan Belanda pada abad ke-17, kemudian menemukan diskusi Pascal dengan Fermat tersebut dan menuliskan buku resmi pertama mengenai teori probabilitas berjudul "De Ratiociniis in Ludo Aleae". Buku ini berisikan tentang pembahasan kumpulan permasalahan terkait permainan-permainan judi di masa itu. Pada abad ini juga muncul ide-ide dari matematikawan seperti Bernoulli dan de Moivre yang kemudian digunakan dalam membangun pondasi untuk teori probabilitas. Semua ide-ide di abad ke-17 hanya berfokus pada permainan judi.

Pada tahun 1812 Pierre de Laplace (1749-1827) memperkenalkan sejumlah ide baru dan teknik matematika dalam bukunya "Théorie Analytique des Probabilités". Laplace menerapkan ide-ide probabilistik untuk banyak masalah ilmiah dan praktis. Teori kesalahan, matematika aktuaria, dan mekanika statistik adalah contoh dari beberapa aplikasi penting dari teori probabilitas yang dikembangkan pada abad ke-19.

Layaknya cabang matematika lainnya, teori probabilitas dikembangkan dengan inspirasi pada dunia nyata. Hal ini juga menyebabkan perkembangan teoritis di teori probabilitas memperluas lingkup penerapannya. Hingga saat ini, teori probabilitas tidak hanya digunakan di lingkup ilmu-ilmu eksak namun juga ilmu sosial. Mulai dari pemodelan tingkat kriminalitas yang mampu memberikan informasi bagi kepolisian dalam memanfaatkan SDM secara efisien untuk mengurangi tingkat kriminalitas hingga pemodelan matematis untuk warisan budaya yang mampu memprediksi cakupan area yang terpengaruh budaya tertentu.

Pengembangan teori probabilitas tentu tidak terlepas dari permasalahan. Salah satunya muncul dari pendefinisian dan interpretasi dari probabilitas itu sendiri. Pendefinisian probabilitas untuk penerapan tidak hanya harus cukup tepat secara matematis namun juga komprehensif untuk diterapkan secara luas. Masalah ini akhirnya diselesaikan pada abad ke-20 dengan memperlakukan teori probabilitas secara aksiomatik. Dengan kata lain, pendekatan yang dilakukan untuk mendefinisikan probabilitas adalah melalui pengamatan kejadian. Pada tahun 1933, sebuah monografi oleh matematikawan Rusia A. Kolmogorov menguraikan pendekatan aksiomatik yang membentuk dasar bagi teori modern.


Principle of Indifference


Untuk memberikan gambaran mengenai principle of indifference, misalkan terdapat suatu perlombaan lari yang diikuti oleh 4 peserta : A, B, C, dan D. Ketika dihadapkan pada situasi tersebut, pertanyaan "berapa peluang masing-masing peserta untuk memenangkan perlombaan?" akan dijawab secara sederhana dengan menghitung banyaknya peserta. Sehingga jawabannya adalah 1/4. Ini merupakan pendekatan paling sederhana mengenai probabilitas. Contoh ilustrasi lain adalah seperti pelemparan koin dan dadu. Tentu ini bukanlah hal yang berlaku secara umum. Misalkan terdapat informasi lanjutan, prinsip ini bisa tidak berlaku. Seperti contoh : jika pada perlombaan lari diketahui bahwa kondisi kesehatan A sedang tidak baik, maka peluang masing-masing peserta tidaklah sama dengan 1/4.

Kita mulai kembali dengan ilustrasi baru untuk memberikan gambaran penerapan prinsip ini dalam masalah nilai yang kontinu.

Misalkan terdapat suatu industri pemotongan kayu dimana produk dari suatu mesin pemotong adalah kayu dengan panjang antara 1 meter hingga 3 meter. Ketika mengamati ini, dapat dimunculkan pertanyaan "berapa peluang kayu dengan panjang 1 hingga 2 meter dihasilkan dari produksi?". Karena menghitung banyaknya kejadia tidak dimungkinkan dalam kasus ini, "panjang interval" menjadi tolak ukur untuk mendasari penghitungan probabilitas. Dalam kasus ini panjang intervalnya adalah 3 - 1 = 2 meter dan panjang interval yang diinginkan adalah 2 - 1 = 1 meter. Sehingga peluang dihasilkan kayu dengan panjang 1 hingga 2 meter dari mesin produksi tersebut adalah 1/2.

Principle of indifference memberikan dasar untuk bagaimana memulai dalam probabilitas. Layaknya dalam kasus permainan judi yang menjadi pemantik pengembangan teori probabilitas. Prinsip ini cukup berguna ketika tidak terdapat informasi lainnya mengenai kejadian yang diamati. Namun, prinsip ini juga mendatangkan suatu kontradiksi ketika berhadapan dengan konsep abstrak dalam matematika yaitu ketakhinggan.


Paradoks Bertrand


Bentuk sederhana paradoks ini dapat diilutrasikan dengan industri pemotongan kayu sebelumnya. Misalkan anda juga diberitahu bahwa hasil pemotongan kayu akan memiliki bentuk persegi. Pertanyaan baru yang muncul adalah "berapa peluang kayu dihasilkan dari produksi tersebut memiliki luas antara 1 hingga 4 meter persegi?". Pertanyaan ini dapat dijawab dengan cara seperti sebelumnya yaitu didasarkan pada panjang sisi.

Ingat bahwa luas persegi adalah panjang sisi dikalikan panjang sisi : S x S. Maka agar didapatkan peluang kayu dengan luas antara 1 hingga 4 meter persegi, digunakan peluang kayu dengan panjang antara 1 hingga 2 meter. Sehingga peluang muncul hasil produksi kayu dengan luas 1 hingga 4 meter persegi adalah sama dengan 1/2. Hal ini sama dengan penghitungan pada ilustrasi sebelumnya. Terlihat bahwa solusi cukup masuk akal dan dapat diterima. Bahkan tidak ada kesalahan secara matematis. Namun, mari kita lihat persoalan tersebut dengan perspektif berbeda.

Pertanyaan "berapa peluang kayu dihasilkan dari produksi tersebut memiliki luas antara 1 hingga 4 meter persegi?" dari ilustrasi diatas sebenarnya juga dapat dilihat melalui interval dari semua luas persegi yang mungkin. Diketahui bahwa panjang sisi dari kayu yang dihasilkan adalah antara 1 hingga 3 meter. Maka dari itu, luas dari kayu yang dihasilkan akan berada di interval : 1 x 1 = 1 meter persegi dan 3 x 3 = 9 meter persegi. Sehingga peluang kayu hasil produksi memiliki luas antara 1 hingga 4 meter persegi dapat dihitung berdasarkan panjang interval semua luas persegi yang mungkin dihasilkan. Panjang interval luas yang mungkin : 9 - 1 = 8 meter dengan panjang interval luas yang diinginkan : 4 - 1 = 3 meter. Didapatkan peluang kayu yang dihasilkan memiliki luas antara 1 hingga 4 meter persegi adalah 3/8.

Dari kasus pemotongan kayu ini, didapatkan 2 solusi yang mana keduanya benar secara matematis. Anda dapat mengulangi prosedur diatas untuk memastikan hal ini. Joseph Bertrand mengajukan paradoks ini menggunakan ilustrasi geometris berikut :

Misalkan terdapat segitiga sama sisi didalam lingkaran dimana ketiga sudut segitiga menyentuh busur lingkaran. Jika sebuah tali busur lingkaran dipilih secara acak, berapa peluang bahwa tali busur tersebut lebih panjang dari sisi segitiga?

Bertrand memberikan tiga argumen berbeda dengan masing-masing menggunakan principle of indifference. Semua argumen terlihat valid, namun menghasilkan hasil yang berbeda (layaknya permasalahan industri kayu sebelumnya). Untuk detail selebihnya dapat anda lihat di kanal youtube Numberphile.

Wisdom of Knowledge


Paradoks ini merupakan bentuk pemikiran yang erat kaitannya dengan bagaimana kita menginterpretasikan suatu probabilitas dalam permasalahan di kehidupan sehari-hari. Proses mendefinisikan permasalahan menjadi suatu hal yang krusial dan perlu kehati-hatian yang tinggi. Hal ini dikarenakan, paradoks ini mengajarkan kembali bahwa proses berpikir menjadi hal yang penting dalam menerapkan sains dalam kehidupan sehari-hari. Pasalnya, layaknya alat-alat lainnya yang manusia ciptakan, sains memiliki kekurangan dan bukan suatu eksistensi mahakuasa yang mampu menyelesaikan segala jenis masalah di dunia ini. Kaidah dan teori dalam sains diformulasikan sehingga dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kualitas hidup manusia. Tanpa mengikuti kaidah dan teori maupun prosedur berpikir yang tepat, penggunaan sains tentu akan menghasilkan kekeliruan yang berpotensi merugikan penggunanya.

25 views0 comments

Comentarios


bottom of page